Senin, 24 Februari 2014

Hukum Khitan Bagi Wanita


Hukum Khitan Bagi Wanita

Tanya:

Apa Hukumnya Khitan bagi Wanita? (085269913XXX)

Jawab:

  Jumhur Ulama berpendapat bahwa khitan bagi wanita hukumnya disyariatkan, bahkan menurut madzab Syafi’iyah, Hanabilah (Hanbali) dan sebagian Malikiyah hukumnya adalah wajib. (Lihat Al Majmu’, An Nawawi (1/300), Al Inshaf, Al Mardawi (1/123) al Mubdi’, Ibnu Muflih (1/103-104)Al Qawanin Al Fiqhiyyah, Ibnu Jizzi : 167, Fatawa Arkanil Islam, Syeikh Utsamin : 216-217 dan Fatawa Lajnah Daimah Lil Ifta' 5/119,120]).



  Telah shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bukan hanya dalam satu hadits, anjuran beliau untuk mengkhitan wanita.

Seperti yang diriwayatkan oleh Khalal dari Syaddad bin Aus Radliyallahu 'anhu ia berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bersabda:
الْخِتَانُ سُنَّةٌ لِلرِّجَالِ مَكْرُمَةٌ لِلنِّسَاءِ

"Khitan itu merupakan sunnah bagi para lelaki dan kehormatan (kemuliaan) bagi para wanita" (HR. Ahmad No 20195 dan Baihaqi 8/325)

Beliau Shallallahu 'alaihi Wa Sallam juga memerintahkan wanita yang mengkhitan untuk tidak berlebihan dalam mengkhitan anak wanita.


عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ الْأَنْصَارِيَّةِ أَنَّ امْرَأَةً كَانَتْ تَخْتِنُ بِالْمَدِينَةِ فَقَالَ لَهَا النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا تُنْهِكِي فَإِنَّ ذَلِكَ أَحْظَى لِلْمَرْأَةِ وَأَحَبُّ إِلَى الْبَعْلِ 

"Dari Ummu Athiyyah bahwa ada seorang wanita yang berkhitan di Madinah, lalu Nabi Shallallahu 'alaihi Wa Sallam berkata kepadanya: (Khitanlah dan) jangan dihabiskan (jangan berlebih-lebihan dalam memotong bagian yang dikhitan) karena yang demikian lebih cemerlang bagi (wajah) wanita dan lebih menyenangkan (memberi semangat) bagi suami" [HR. Abu Daud (5271), Al-Hakim (3/525), Ibnu Ady dalam Al-Kamil (3/1083) dan Al-Khatib dalam Tarikhnya 12/291 dan dihasankan oleh Albani dalam Silsilah Ahadits Shahihah No 722)

Juga ada riwayat yang mengisyaratkan dikhitannya kaum wanita, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam:

إِذَا الْتَقَى الْخِتَانَانِ وَجَبَ الْغُسْلُ 

"Bila telah bertemu dua khitan (alat kelamin suami dan istri) maka sungguh telah wajib mandi (junub)." [Shahih, Dikeluarkan oleh At-Tirmidzi (108-109), Asy-Syafi'i (1/38), Ibnu Majah (608), Ahmad (6/161), Abdurrazaq (1/245-246) dan Ibnu Hibban (1173-1174 - Al Ihsan)]

Dalam hadits diatas Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menisbatkan khitan pada wanita, maka ini merupakan dalil disyariatkannya khitan bagi wanita.

Dan dalam riwayat lain Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wa Sallam bersabda:

إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ وَمَسَّ الْخِتَانُ الْخِتَانَ فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ 

"Jika (seorang suami) telah duduk di antara empat anggota tubuh (istri)nya dan khitan yang satu telah menyentuh khitan yang lain maka telah wajib mandi (junub)." [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (1/291 - Fathul Bari), Muslim (249 - Nawawi), Abu Awanah (1/269), Abdurrazaq (939-940), Ibnu Abi Syaibah (1/85) dan Al-Baihaqi (1/164)]

  Hadits ini juga mengisyaratkan dua tempat khitan yang ada pada lelaki dan wanita, maka ini menunjukkan bahwa wanita juga dikhitan. Demikian ungkapan Imam Ahmad sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnul Qayyim dalam kitab beliau Tuhfatul Maudud bi Ahkamil Maulud. [Lihat kitab Ahkamul Maulud fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak dalam Sunnah yang Suci, hal 107-110 Pustaka Al-Haura].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar